Oleh : Ika Devi Silviana
Allah memberikan kita begitu banyak
rizki, salah satunya adalah dzuriyyat (keturunan). Kita patut bersyukur atas
pemberian Allah tersebut. Wujud dari syukur kita adalah menjaga dzuriyyat yang
telah dititipkan Allah kepada kita dengan sebaik-baiknya. Menjaga dengan baik
berarti kita memberikan yang terbaik kepada dzuriyyat, termasuk cara mendidik
agar terbentuk dzuriyyat yang rabbani.
Membentuk
dzuriyyat yang rabbani maksudnya adalah membentuk dzuriyyat yang sesuai dengan
nilai-nilai ke-ilahian (ketuhanan). Diperlukan perencanaan yang matang agar
kedepannya lebih terarah. Pertama adalah memilih partner hidup (jodoh) yang
baik. Hendaknya dalam memilih kita mempertimbangkan kualitas agamanya agar
tidak menyesal dikemudian hari. Niatkan semata-mata untuk beribadah kepada
Allah, sehingga rumah tangga akan terasa mudah dan penuh keberkahan. Untuk
seorang laki-laki, maka ia harus memilih calon istri yang baik sebagai berikut
:
1. Beragama
Islam (Muslimah). Ini adalah syarat yang pertama ketika para laki-laki
menginginkan seorang wanita menjadi pencamping hidupnya. Dalil yang menegaskan
akan hal ini adalah sebuah hadist dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
:"Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama
niscaya kamu bahagia." (HR. Muttafaqun ‘Alaihi).
- Mempunyai akhlak yang baik. Tentunya kita menginginkan bahwasannya sang ibu dari anak-anak kita adalah seorang ibu yang benar-benar menyayangi putra-putrinya, membimbing dalam agama, dan tentunya langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan memperhatikan akan akhlak budi pekerti calon istri kita dengan baik.
- Mempunyai dasar pendidikan agama yang baik. Lahirnya seorang istri yang sholehah adalah karena ilmu dan pendidikan agama yang baik, baik itu yang didapatkan dari keluarganya ataupun dari memperoleh ilmu dari majelis-majelis ilmu dan dzikir. Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. hal ini berdasarkan atas hadist yang berbunyi :"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah." (HR. Muslim).
- Lebih baik memilih calon istri yang masih gadis (perawan). Hal ini bertujuan untuk memelihara rumah tangga yang baru terbentuk dari permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan status. Mengenai memilih calon istri yang masih gadis hal ini dijelaskan dari sebuah hadist Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : "Apakah kamu sudah menikah ?" Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : "Perawan atau janda?" Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : "Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu."
- Subur (mampu menghasilkan keturunan).
Begitu pula sebaliknya, Untuk seorang
perempuan, maka ia harus memilih calon suami yang baik sebagai berikut :
- Beragama Islam (Muslim). Karena suami adalah pemimpin keluarga, maka kaum wanita harus bisa menentukan calon suami adalah Islam. Karena salah satu kewajiban seorang suami adalah memimpin serta membimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak ada.
- Laki-laki yang sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tingkah lakunya akan "menular" pada istri dan juga pada anak-anaknya.
- Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
Untuk menjaga
kesucian diri (pihak calon suami dan calon istri) alangkah baiknya segera
dilangsungkan pernikahan. Pernikahan bertujuan untuk menciptakan rasa tentram,
terciptanya rasa kasih sayang (sakinah, mawaddah, warahmah). Pernikahan menyebabkan
timbulnya hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hendaknya sebelum melakukan
kewajiban suami istri diawali dengan adab yang baik seperti berwudhu’, sholat
sunnah, dan berdoa. Ketika istri telah menampakkan tanda-tanda kehamilan, maka
suami istri mendo’akan janin, serta bisa diperdengarkan lantunan ayat suci
Al-Qur’an di dekat perut sang ibu agar calon bayi mendapatkan tarbiyyah lebih
dini. Dengan demikian akan terlahir dzuriyyat yang baik dan akan mempererat
kasih sayang didalam keluarga.
Setelah
dzuriyyat terlahir ke maka orang tua menyerukan suara azan di telinga kanan si
bayi. Ini dimaksudkan agar hal pertama yang didengar si bayi adalah seruan
untuk beribadah dan berbakti kepada Allah. Setelah itu, orang tua wajib
memberikan nama yang baik kepada anak. Bahkan, persoalan memberikan nama yang
baik ini termasuk kewajiban orang tua, selain memberikan pengetahuan agama dan
menikahkannya saat dewasa. Ini untuk memberikan kenyamanan kepada anak atas
nama yang dia miliki. Bagi orang tua yang mampu, dianjurkan menyembelih hewan
aqiqah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Pada hari ketujuh itu pula
orang tua disunnahkan mengkhitan anaknya.
Peran seorang
ibu sangat penting, karena ia merupakan tarbiyyah pertama untuk anaknya.
Diperlukan kesiapan mental dan kecukupan ilmu pengetehuan khususnya ilmu agama.
Seorang pendidik, khususnya orang tua, hendaknya mengetahui betapa besarnya
tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan buah
hati. Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
(At-Tahrim: 6). Orang tua harus mengetahui apa saja yang harus diajarkan kepada
seorang anak. Semakin dini anak belajar, maka daya ingatnya akan semakin kuat.
Belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu. Orang-tua bisa mengambil
tauladan Nabi Muhammad dalam mendidik putra-putrinya, sehingga akan memunculkan
perilaku akhlaq mahmudah (terpuji).
Hal yang
paling dasar dan harus diajarkan orang tua kepada dzuriyyatnya adalah perkara tauhid dan aqidah yang benar kepada anak.
Tauhid adalah peng-esaan terhadap Allah, tidak ada sekutu yang patut
disejajarkan dengan Ia. Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa
tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia
akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia
pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta
kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang
lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48).
Selanjutnya adalah akidah, akidah adalah hal yang sangat penting. Akidah yang
perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada.
Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini.
Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa
Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil
menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya
antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas
‘Arsy” (Thaha: 5)
Makna istiwa adalah tinggi dan
meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut
menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu
menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia,
karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
Selanjutnya
adalah mengajari anak untuk
melaksanakan ibadah. Hendaknya sejak kecil dzuriyyat kita diajarkan
bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam
ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي
أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).
Bila mereka telah bisa menjaga
ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat
berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka semenjak dini, Insyaa Allah ketika
dewasa mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
Tahap selanjutnya
adalah memperkenalkan Al-Qur’an dan Hadist kepada buah hati. Al-Qur’an dan
hadist adalah pedoman hidup bagi manusia. Segalanya telah diatur didalamnya. Dimulai mengajarkan mengaji beriring
mengajarkan mengenai hukum bacaan (tajwid) misalnya. Karena salah pengucapan
(pelafadzan) maka akan memiliki arti yang berbeda. Orang tua juga hendaknya
mengajarkan untuk menghafal surat-surat dalam Al-Qur’an, bisa dimulai dengan
surat-surat pendek lebih dahulu. Kemudian orang tua dan buah hati bersama-sama
mengkaji kitab Riyadhush Shalihin atau Kitabut Tauhid. Selain
itu juga diajarkan mengenai do’a-do’a sehari-hari seperti do’a makan, setelah
makan, hendak tidur, bangun tidur, masuk WC, keluar WC, sesudah adzan, sesudah
wudhu’, masuk masjid, keluar masjid dll.
Kita
perlu mengajarkan adab dan akhlak kepada dzuriyyat kita. Mengajarkan adab dan akhlak kepada
buah hati dimulai dari orang tua terlebih dahulu untuk memberikan suri tauladan
yang baik (uswatun khasanah). Adab adalah tatanan dalam melaksanakan sesuatu, kita bisa melatihnya dari hal-hal
yang ringan dan mudah terlebih dahulu, seperti makan dengan tangan kanan,
mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak. .Akhlak
adalah hal yang sangat penting. Akhlak adalah perilaku yang diluar kesadaran
kita, sudah terpasang secara otomatis di memori otak kita. Agar anak memiliki
akhlak yang baik maka ajarkan kebiasan-kebiasaan yang baik dalam kehidupan
sehari-harinya Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti
berkata dan bersikap jujur, sabar, ikhlas, pemaaf, berbakti kepada orang tua,
dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, tawadhu’,
adil, malu, serta beragam akhlak lainnya.
Hal
terpenting selanjutnya adalah mengajarkan kepada anak untuk menjauhi hal-hal
yang dilarang dalam agama. Tanamkan kepada anak bahwa Allah selalu mengawasi
setiap gerak-gerik kita, walaupun tak seorang manusiapun tahu. Setiap detik
akan menjadi saksi dihari pembalasan amal perbuatan kelak. Hendaknya sedini
mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan
diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang
lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.
Termasuk ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa.
Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini,
sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Rasulullah
bersabda,“Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan
al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud). Hadist
ini memiliki makna akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa
perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan
musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram. Dan
al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi,
seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya
syaithan”. (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, Rasulullahpun
telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ،
يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (mahluk
hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya
menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka
jahannam”(HR. Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً
عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang
gambar.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita
melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar
pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa
selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
Menanamkan cinta jihad serta keberanian
adalah hal yang penting. Kita bisa membacakan kepada mereka tentang
kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk
menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang
pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan
Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri. Didiklah mereka agar berani beramar
ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada
Allah.
Mendidik
dzuriyyat yang diajarkan oleh Rasulullah selanjutnya adalah membiasakannya dengan menggunakan pakaian
yang syar’i. Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai
dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak
perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model
pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah
kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan,
biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika
dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
Pergaulan yang baik
akan membawa pelakunya menjadi baik pula. Sebagai orang tua, suatu hal yang
penting pula adalah menempatkan dzuriyyat kita pada lingkungan yang rabbani.
Kita bisa memilihkan teman-teman yang baik, seperti di lingkungan pengajian,
pondok pesantren, atau sekolah-sekolah yang berlandas nilai-nilai keislaman.
Rasulullah bersabda: “Permisalan teman duduk yang
baik dan teman duduk yang jelek seperti
penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak
wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sebagai
orang tua yang baik, hendaknya kita memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada
dzuriyyat kita. Orang tua tidak boleh membiarkan dzuriyyatnya masuk ke dalam
lubang dosa. Walaupun kita tidak semulia nabi dan rasul, namun mengusahakan
memberikan pendidikan yang baik kepada buah hati adalah kewajiban bagi setiap
orang tua. Karena hakikatnya setiap orang adalah pendidik. Apapun pekerjaan dan
kesibukannya, mendidik adalah kewajiban, karena hal tersebut telah diajarkan
oleh rasulullah.
Ada
sebuah kisah menarik. Satu-satunya manusia yang bukan nabi, bukan pula rasul
tapi kisah hidupnya diabadikan dalam Al-Qur'an adalah Lukman Al Hakim. Mengapa
tidak yang lain? karena hidupnya penuh dengan hikmah. Suatu hari ia pernah
menasehati anaknya tentang hidup.
"Anakku,
jika makanan telah memenuhi perutmu, maka akan matilah pikiran dan
kebijaksanaanmu. Semua anggota badanmu akan malas untuk melakukan ibadah, dan
hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati. Padahal hanya dengan hati bersih
manusia bisa menikmati lezatnya berdzikir."
"Anakku, kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya."
"Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan. Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangkitkan nafsu duniamu."
"Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya."
"Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan."
"Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan. Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang."
"Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:
1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
5. Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.
Untuk melatih ketajaman berpikir
dzuriyyat kita bisa :
1. Menghadiahkan
untuknya sebuah buku tentang Islam dan hukum hukumnya serta mendiskusikan isi buku tersebut bersamanya.
2. Menghadiahkan untuknya sebuah kaset
dan meminta ia untuk meringkas materi yang dibawakan oleh penceramah.
3. Membawanya untuk menghadiri
pelajaran pelajaran dan ceramah.
4. Mempelajari sebuah kitab bersamanya,
seperti kitab "Riyadhush Shalihin" atau Kitabut Tauhid.
5. Setiap Jum'at menyampaikan padanya materi
khutbah Jum'at dan mendiskusikan dengannya.
6. Membuat sebuah perpustakaan di dalam
rumah dan membuat sekumpulan buku buku islami dan kita mendorongnya untuk menelaah/mempelajari
dan membacanya.
7. Mengkhususkan hadiah bulanan
untuknya jika ia dapat menghapal beberapa surat atau ayat ayat Al Qur'an.
8. Mendorongnya untuk mendengarkan
siaran pembacaan Al quran
Setelah
dzuriyyat kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang cukup, ajarkanlah ia untuk mendakwahkan ilmu yang ia miliki untuk memberikan
kemanfaatan untuk orang lain. Tidak harus menjadi seorang penceramah. Bisa
melalui tulisan-tulisan atau dalam pergaulan sehari-hari dengan teman-temannya.
Dzuriyyat yang baik akan membawa pencerahan kearah yang lebih baik untuk
sekitarnya. Kita boleh memberikan
kebebasan kepada dzuriyyat kita untuk memilih masa depannya sendiri, selama
tidak melanggar syari’at agama. Ia ingin jadi pilot, dosen, dokter, polisi,
pengusaha, atau yang lainnya. Disaat ia jadi dosen ia bisa menyisipkan kuliah
tujuh menit disela-sela kuliah. Disaat ia jadi polisi, bisa memberikan ceramah
ketika sholat jum’at berlangsung. Disaat ia jadi pengusaha, maka jadilah ia
pengusaha yang jujur, amanah, tidak menyembunyikan keburukan barang dagangan,
serta pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Kewajiban orang tua belum berakhir
manakala dzuriyyatnya belum menginjak masa pernikahan. Orang tua masih memiliki
kewajiban yaitu memilihkan calon istri atau calon suami untuk anaknya. Pilihkan
calon istri atau calon suami berdasarkan syariat agama, sehingga akan
terlahirlah generasi-generasi yang rabbani pula. Semoga bermanfaat..
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar