Selasa, 21 Oktober 2014

A-Z MEMBENTUK DZURIYYAT RABBANI


Oleh : Ika Devi Silviana

            Allah memberikan kita begitu banyak rizki, salah satunya adalah dzuriyyat (keturunan). Kita patut bersyukur atas pemberian Allah tersebut. Wujud dari syukur kita adalah menjaga dzuriyyat yang telah dititipkan Allah kepada kita dengan sebaik-baiknya. Menjaga dengan baik berarti kita memberikan yang terbaik kepada dzuriyyat, termasuk cara mendidik agar terbentuk dzuriyyat yang rabbani.
            Membentuk dzuriyyat yang rabbani maksudnya adalah membentuk dzuriyyat yang sesuai dengan nilai-nilai ke-ilahian (ketuhanan). Diperlukan perencanaan yang matang agar kedepannya lebih terarah. Pertama adalah memilih partner hidup (jodoh) yang baik. Hendaknya dalam memilih kita mempertimbangkan kualitas agamanya agar tidak menyesal dikemudian hari. Niatkan semata-mata untuk beribadah kepada Allah, sehingga rumah tangga akan terasa mudah dan penuh keberkahan. Untuk seorang laki-laki, maka ia harus memilih calon istri yang baik sebagai berikut :
1.      Beragama Islam (Muslimah). Ini adalah syarat yang pertama ketika para laki-laki menginginkan seorang wanita menjadi pencamping hidupnya. Dalil yang menegaskan akan hal ini adalah sebuah hadist dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :"Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia." (HR. Muttafaqun ‘Alaihi).
  1. Mempunyai akhlak yang baik. Tentunya kita menginginkan bahwasannya sang ibu dari anak-anak kita adalah seorang ibu yang benar-benar menyayangi putra-putrinya, membimbing dalam agama, dan tentunya langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan memperhatikan akan akhlak budi pekerti calon istri kita dengan baik.
  2. Mempunyai dasar pendidikan agama yang baik. Lahirnya seorang istri yang sholehah adalah karena ilmu dan pendidikan agama yang baik, baik itu yang didapatkan dari keluarganya ataupun dari memperoleh ilmu dari majelis-majelis ilmu dan dzikir. Wanita yang memiliki dasar pendidikan Islam yang baik akan selalu berusaha untuk menjadi wanita sholihah yang akan selalu dijaga oleh Allah SWT. Wanita sholihah adalah sebaik-baik perhiasan dunia. hal ini berdasarkan atas hadist yang berbunyi :"Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah." (HR. Muslim).
  3. Lebih baik memilih calon istri yang masih gadis (perawan). Hal ini bertujuan untuk memelihara rumah tangga yang baru terbentuk dari permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan status. Mengenai memilih calon istri yang masih gadis hal ini dijelaskan dari sebuah hadist Dari Jabir, dia berkata, saya telah menikah maka kemudian saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan bersabda beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : "Apakah kamu sudah menikah ?" Jabir berkata, ya sudah. Bersabda Rasulullah : "Perawan atau janda?" Maka saya menjawab, janda. Rasulullah bersabda : "Maka mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu."
  4. Subur (mampu menghasilkan keturunan).
Begitu pula sebaliknya, Untuk seorang perempuan, maka ia harus memilih calon suami yang baik sebagai berikut :
  1. Beragama Islam (Muslim). Karena suami adalah pemimpin keluarga, maka kaum wanita harus bisa menentukan calon suami adalah Islam. Karena salah satu kewajiban seorang suami adalah memimpin serta membimbing istri dan keluarga untuk dapat selamat di dunia dan akhirat, sehingga syarat ini mutlak ada.
  2. Laki-laki yang sholih dan taat beribadah. Seorang suami adalah teladan dalam keluarga, sehingga tingkah lakunya akan "menular" pada istri dan juga pada anak-anaknya.
  3. Memiliki ilmu agama Islam yang baik. Seorang suami yang memiliki ilmu Islam yang baik akan menyadari tanggung jawabnya pada keluarga, mengetahui cara memperlakukan istri, mendidik anak, menegakkan kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga secara halal dan baik.
Untuk menjaga kesucian diri (pihak calon suami dan calon istri) alangkah baiknya segera dilangsungkan pernikahan. Pernikahan bertujuan untuk menciptakan rasa tentram, terciptanya rasa kasih sayang (sakinah, mawaddah, warahmah). Pernikahan menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban antara suami dan istri. Hendaknya sebelum melakukan kewajiban suami istri diawali dengan adab yang baik seperti berwudhu’, sholat sunnah, dan berdoa. Ketika istri telah menampakkan tanda-tanda kehamilan, maka suami istri mendo’akan janin, serta bisa diperdengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an di dekat perut sang ibu agar calon bayi mendapatkan tarbiyyah lebih dini. Dengan demikian akan terlahir dzuriyyat yang baik dan akan mempererat kasih sayang didalam keluarga.
Setelah dzuriyyat terlahir ke maka orang tua menyerukan suara azan di telinga kanan si bayi. Ini dimaksudkan agar hal pertama yang didengar si bayi adalah seruan untuk beribadah dan berbakti kepada Allah. Setelah itu, orang tua wajib memberikan nama yang baik kepada anak. Bahkan, persoalan memberikan nama yang baik ini termasuk kewajiban orang tua, selain memberikan pengetahuan agama dan menikahkannya saat dewasa. Ini untuk memberikan kenyamanan kepada anak atas nama yang dia miliki. Bagi orang tua yang mampu, dianjurkan menyembelih hewan aqiqah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Pada hari ketujuh itu pula orang tua disunnahkan mengkhitan anaknya.
Peran seorang ibu sangat penting, karena ia merupakan tarbiyyah pertama untuk anaknya. Diperlukan kesiapan mental dan kecukupan ilmu pengetehuan khususnya ilmu agama. Seorang pendidik, khususnya orang tua, hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘azza wa jalla terhadap pendidikan buah hati. Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6). Orang tua harus mengetahui apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak. Semakin dini anak belajar, maka daya ingatnya akan semakin kuat. Belajar di waktu muda bagaikan mengukir di atas batu. Orang-tua bisa mengambil tauladan Nabi Muhammad dalam mendidik putra-putrinya, sehingga akan memunculkan perilaku akhlaq mahmudah (terpuji).
Hal yang paling dasar dan harus diajarkan orang tua kepada dzuriyyatnya adalah perkara tauhid dan aqidah yang benar kepada anak. Tauhid adalah peng-esaan terhadap Allah, tidak ada sekutu yang patut disejajarkan dengan Ia. Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam adzab neraka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” (An- Nisa: 48). Selanjutnya adalah akidah, akidah adalah hal yang sangat penting. Akidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang di mana Allah berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah itu berada di atas arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,
“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” (Thaha: 5)
Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana di dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in.
Adapun dari hadits,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah?”. Budak tersebut menjawab, “Allah di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah”. Rasulllah kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita mu’minah”. (HR. Muslim dan Abu Daud).
            Selanjutnya adalah mengajari anak untuk melaksanakan ibadah. Hendaknya sejak kecil dzuriyyat kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Al-Bukhari).
Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka semenjak dini, Insyaa Allah ketika dewasa mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
                    Tahap selanjutnya adalah memperkenalkan Al-Qur’an dan Hadist kepada buah hati. Al-Qur’an dan hadist adalah pedoman hidup bagi manusia. Segalanya telah diatur didalamnya.  Dimulai mengajarkan mengaji beriring mengajarkan mengenai hukum bacaan (tajwid) misalnya. Karena salah pengucapan (pelafadzan) maka akan memiliki arti yang berbeda. Orang tua juga hendaknya mengajarkan untuk menghafal surat-surat dalam Al-Qur’an, bisa dimulai dengan surat-surat pendek lebih dahulu. Kemudian orang tua dan buah hati bersama-sama mengkaji  kitab Riyadhush Shalihin atau Kitabut Tauhid. Selain itu juga diajarkan mengenai do’a-do’a sehari-hari seperti do’a makan, setelah makan, hendak tidur, bangun tidur, masuk WC, keluar WC, sesudah adzan, sesudah wudhu’, masuk masjid, keluar masjid dll.
            Kita perlu mengajarkan adab dan akhlak kepada dzuriyyat kita. Mengajarkan adab dan akhlak kepada buah hati dimulai dari orang tua terlebih dahulu untuk memberikan suri tauladan yang baik (uswatun khasanah). Adab adalah tatanan dalam melaksanakan sesuatu, kita bisa melatihnya dari hal-hal yang ringan dan mudah terlebih dahulu, seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll. Begitu pula dengan akhlak. .Akhlak adalah hal yang sangat penting. Akhlak adalah perilaku yang diluar kesadaran kita, sudah terpasang secara otomatis di memori otak kita. Agar anak memiliki akhlak yang baik maka ajarkan kebiasan-kebiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-harinya Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia seperti berkata dan bersikap jujur, sabar, ikhlas, pemaaf, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, tawadhu’, adil, malu, serta beragam akhlak lainnya.
            Hal terpenting selanjutnya adalah mengajarkan kepada anak untuk menjauhi hal-hal yang dilarang dalam agama. Tanamkan kepada anak bahwa Allah selalu mengawasi setiap gerak-gerik kita, walaupun tak seorang manusiapun tahu. Setiap detik akan menjadi saksi dihari pembalasan amal perbuatan kelak. Hendaknya sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya. Termasuk ke dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Rasulullah bersabda,“Sungguh akan ada dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al-ma’azif (alat-alat musik)”. (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud). Hadist ini memiliki makna akan datang dari muslimin kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinahan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamar dan musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram. Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Lonceng itu serulingnya syaithan”. (HR. Muslim).
Adapun tentang gambar, Rasulullahpun telah bersabda,
كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (mahluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengadzab dia di neraka jahannam”(HR. Muslim).
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya di sisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” (HR. Muslim).
Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat dan yang semacamnya maka ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidupnya.
            Menanamkan cinta jihad serta keberanian adalah hal yang penting. Kita bisa membacakan kepada mereka tentang kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri. Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah.
            Mendidik dzuriyyat yang diajarkan oleh Rasulullah selanjutnya adalah membiasakannya dengan menggunakan pakaian yang syar’i. Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru sebuah kaum, maka dia termasuk mereka.” (Shahih, HR. Abu Daud)
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika dewasa mereka akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.
                Pergaulan yang baik akan membawa pelakunya menjadi baik pula. Sebagai orang tua, suatu hal yang penting pula adalah menempatkan dzuriyyat kita pada lingkungan yang rabbani. Kita bisa memilihkan teman-teman yang baik, seperti di lingkungan pengajian, pondok pesantren, atau sekolah-sekolah yang berlandas nilai-nilai keislaman. Rasulullah bersabda: “Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang jelek seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Duduk dengan) penjual minyak wangi bisa jadi ia akan memberimu minyak
wanginya, bisa jadi engkau membeli darinya dan bisa jadi engkau akan dapati darinya aroma yang wangi. Sementara (duduk dengan) pandai besi, bisa jadi ia akan membakar pakaianmu dan bisa jadi engkau dapati darinya bau yang tak sedap.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Sebagai orang tua yang baik, hendaknya kita memberikan nasihat-nasihat yang baik kepada dzuriyyat kita. Orang tua tidak boleh membiarkan dzuriyyatnya masuk ke dalam lubang dosa. Walaupun kita tidak semulia nabi dan rasul, namun mengusahakan memberikan pendidikan yang baik kepada buah hati adalah kewajiban bagi setiap orang tua. Karena hakikatnya setiap orang adalah pendidik. Apapun pekerjaan dan kesibukannya, mendidik adalah kewajiban, karena hal tersebut telah diajarkan oleh rasulullah.
Ada sebuah kisah menarik. Satu-satunya manusia yang bukan nabi, bukan pula rasul tapi kisah hidupnya diabadikan dalam Al-Qur'an adalah Lukman Al Hakim. Mengapa tidak yang lain? karena hidupnya penuh dengan hikmah. Suatu hari ia pernah menasehati anaknya tentang hidup.
"Anakku, jika makanan telah memenuhi perutmu, maka akan matilah pikiran dan kebijaksanaanmu. Semua anggota badanmu akan malas untuk melakukan ibadah, dan hilang pulalah ketulusan dan kebersihan hati. Padahal hanya dengan hati bersih manusia bisa menikmati lezatnya berdzikir."

"Anakku, kalau sejak kecil engkau rajin belajar dan menuntut ilmu. Dewasa kelak engkau akan memetik buahnya dan menikmatinya."

"Anakku, ikutlah engkau pada orang-orang yang sedang menggotong jenazah, jangan kau ikut orang-orang yang hendak pergi ke pesta pernikahan. Karena jenazah akan mengingatkan engkau pada kehidupan yang akan datang. Sedangkan pesta pernikahan akan membangkitkan nafsu duniamu."

"Anakku, aku sudah pernah memikul batu-batu besar, aku juga sudah mengangkat besi-besi berat. Tapi tidak pernah kurasakan sesuatu yang lebih berat daripada tangan yang buruk perangainya."

"Anakku, aku sudah merasakan semua benda yang pahit. Tapi tidak pernah kurasakan yang lebih pahit dari kemiskinan dan kehinaan."

"Anakku, aku sudah mengalami penderitaan dan bermacam kesusahan. Tetapi aku belum pernah merasakan penderitaan yang lebih susah daripada menanggung hutang."

"Anakku, sepanjang hidupku aku berpegang pada delapan wasiat para nabi. Kalimat itu adalah:
1. Jika kau beribadah pada Allah, jagalah pikiranmu baik-baik.
2. Jika kau berada di rumah orang lain, maka jagalah pandanganmu.
3. Jika kau berada di tengah-tengah majelis, jagalah lidahmu.
4. Jika kau hadir dalam jamuan makan, jagalah perangaimu.
5. Ingatlah Allah selalu.
6. Ingatlah maut yang akan menjemputmu
7. Lupakan budi baik yang kau kerjakan pada orang lain.
8. Lupakan semua kesalahan orang lain terhadapmu.
               Untuk melatih ketajaman berpikir dzuriyyat kita bisa :

1.       Menghadiahkan untuknya sebuah buku tentang Islam dan hukum hukumnya serta mendiskusikan isi buku tersebut bersamanya.
2.       Menghadiahkan untuknya sebuah kaset dan meminta ia untuk meringkas materi yang dibawakan oleh penceramah.
3.       Membawanya untuk menghadiri pelajaran pelajaran dan ceramah.
4.       Mempelajari sebuah kitab bersamanya, seperti kitab "Riyadhush Shalihin" atau Kitabut Tauhid.
5.       Setiap Jum'at menyampaikan padanya materi khutbah Jum'at dan mendiskusikan dengannya.
6.       Membuat sebuah perpustakaan di dalam rumah dan membuat sekumpulan buku buku islami dan kita mendorongnya untuk menelaah/mempelajari dan membacanya.
7.       Mengkhususkan hadiah bulanan untuknya jika ia dapat menghapal beberapa surat atau ayat ayat Al Qur'an.
8.       Mendorongnya untuk mendengarkan siaran pembacaan Al quran

            Setelah dzuriyyat kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang cukup, ajarkanlah ia untuk mendakwahkan  ilmu yang ia miliki untuk memberikan kemanfaatan untuk orang lain. Tidak harus menjadi seorang penceramah. Bisa melalui tulisan-tulisan atau dalam pergaulan sehari-hari dengan teman-temannya. Dzuriyyat yang baik akan membawa pencerahan kearah yang lebih baik untuk sekitarnya. Kita  boleh memberikan kebebasan kepada dzuriyyat kita untuk memilih masa depannya sendiri, selama tidak melanggar syari’at agama. Ia ingin jadi pilot, dosen, dokter, polisi, pengusaha, atau yang lainnya. Disaat ia jadi dosen ia bisa menyisipkan kuliah tujuh menit disela-sela kuliah. Disaat ia jadi polisi, bisa memberikan ceramah ketika sholat jum’at berlangsung. Disaat ia jadi pengusaha, maka jadilah ia pengusaha yang jujur, amanah, tidak menyembunyikan keburukan barang dagangan, serta pekerjaan-pekerjaan lainnya.
            Kewajiban orang tua belum berakhir manakala dzuriyyatnya belum menginjak masa pernikahan. Orang tua masih memiliki kewajiban yaitu memilihkan calon istri atau calon suami untuk anaknya. Pilihkan calon istri atau calon suami berdasarkan syariat agama, sehingga akan terlahirlah generasi-generasi yang rabbani pula. Semoga bermanfaat..



Sumber :








           












Tidak ada komentar:

Posting Komentar