Keluarga adalah tempat dimana kita mencurahkan segala isi hati tentunya setelah Allah Subhanahuwata'ala. Keluarga merupakan nikmat yang Allah berikan kepada kita untuk melengkapi hidup kita di dunia. Didalam keluarga tentunya masing-masing memiliki karakter pembawaan yang berbeda-beda. Ada yang sabar, pendiam, pentaat, pemaaf, acuh tak acuh, sampai yang paling menyeramkan sekalipun. Semuanya saling melengkapi satu sama lain, nah disinilah peran kita sebagai "penyelamat" yang akan membawa keluarga kita selamat tidak hanya dalam tataran dunia, namun juga akhiratnya.
Islam memerintahkan umatnya tidak hanya sekedar memiliki iman, tapi kita juga memiliki ilmu. Setiap manusia adalah "agen of change" yang bermanfaat untuk keluarga melalui ilmu yang dimilikinya. Rasulullah bersabda, “Barang siapa di antara kamu
melihat suatu kemungkaran maka ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya, jika
tidak mampu dengan lisannya, dan jika tidak mampu dengan hatinya. Dan yang
demikian itu selemah-lemahnnya iman.” (HR. Muslim). Kaitan iman dan ilmu sangatlah kuat, karena dengan iman maka kita akan berilmu, dan karena dengan berilmu maka kita akan menegakkan keimanan.
Setiap keluarga tentunya berharap akan sukses dunia dan akhiratnya. Tetapi tidak setiap keluarga membekali harapannya itu kemauan yang kuat untuk bergerak kearah yang lebih baik. Dibutuhkan pola dakwah melalui suri tauladan yang baik didalam keluarga. Misalkan seorang ayah atau ibu yang menginginkan anaknya menjadi anak yang sholeh atau sholehah, tentunya keduanya harus memberikan contoh yang baik terlebih dahulu. Keluarga juga dapat kita ibaratkan seperti sebuah bahtera yang tergantung pada pengemudinya, bagaimana sang pengemudi itu dapat menaklukan ujian angin dan badai agar seluruh isi bahtera dapat berlayar dengan selamat.
Menjadi agent of change bukan suatu perkara yang instan. Dibutuhkan proses yang cukup panjang untuk menemukan bahwa sebenarnya dirinya merupakan agen perubahan yang akan "menularkan virus-virus" kebaikan. Mari kita lihat kisah nabi Ibrahim Alaihissalaam yang memiliki ayah yang sangat mencintai berhala-berhala tandingan Allah. Nabi Ibrahim selalu mengingatkan ayahnya untuk segera bertaubat dan senantiasa mendo'akan agar hatinya tergerak. Namun ayahnya masih mempertahankan berhala-berhala itu. Kegigihan untuk merubah harus sangat kuat, namun setelah itu kita serahkan hasilnya kepada Allah Subhanahuwata'ala. Jika rasa putus asa dalam dakwah mendera, yakinlah Allah adalah maha yang membolak-balikkah hati manusia yang akan memberikan hidayah kepada manusia untuk mengarah kearah yang lebih baik.
Ilmu adalah jalan kita menemukan kebenaran. Ilmu yang kita tuntut tidak sekedar ilmu untuk kebahagiaan dunia saja, namun juga ilmu untuk meraih kebahagiaan akhirat karena kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan di alam akhirat. Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dari ia dibuai oleh ayah dan ibu, sampai saat kita sudah ada di liang lahat. Keterlambatan bukan akhir dari segalanya selama Allah masih memberikan kesempatan untuk kita berubah. Mari bersama-sama mengajak keluarga kita untuk menggapai keselamatan hidup didunia dan diakhirat dengan didasari pengharapan meraih ridho Allah Subhanahuwata'ala. Wallahua'lam..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar