Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Beberapa waktu lalu
saya lihat di media sosial rata-rata teman-teman muda-mudi saya kompak posting
mengenai ta’aruf dan menikah.. kadang sempat terpikir, “Apakah hal ini yang
dirasakan muda-mudi usia 20 an ya?” tak sadar di berbagai pertemuan,
obrolan-obrolan singkat menggiring pada argumentasi dari kelas ringan sampai
berat terkait menikah..
Lucunya lagi, ada
meme yang mengundang gelak tawa yang settingnya akhwat yang menyeret seorang
ikhwan ke Kantor Urusan Agama (KUA), dengan berbagai macam setting nya menolak
dinikahi, ada yang cuma di PHP-in, ada
yang belum kelar skripsi, ada yang belum bekerja, dan malah ada yang sudah
menikah dan mau dijadikan yang kedua hehe..
Tak mau kalah, ada
yang membuat meme tandingan ikhwan yang menyeret seorang akhwat ke KUA, dengan
berbagai alasannya menolak dinikahi, ada yang belum bekerja, belum punya mobil,
dan belum punya, belum punya lainnya.. Complete..
Obrolan singkat
seputar menikah biasanya mengenai bagaimana kriteria calon ideal, pendidikan, fizikly (ala bahasa Malaysia gitu hehe),
restu orang tua, keinginan setelah menikah, rencana pendidikan anak, hobby,
ketrampilan, dll nya..
Baiklah.. saya
ingin mengulas tulisan di Islampos (bersumber pada tulisan Salim A Fillah) oleh
Eva Fatmah, mungkin saja anda tahu beliau ya? Menurut saya beliau ustadz
faforit remaja hingga dewasa karena beliau aktif menulis (khususnya) tentang
ta’aruf dan menikah.. tapi ndak cuma itu ya kawan, harus di garis bawahi lhoo
hehehe..
Di tulisan tersebut
diceritakan bahwa ada seorang ikhwan
yang ingin ta’aruf dengan akhwat, sebelumnya ikhwan tersebut telah mengetahui
CV/biodata si akhwat. Akhwat tersebut bekerja di apotek sebagai asisten apoteker
(AA) yang meracik obat di dalam. Ketika si ikhwan ingin melihat si akhwat, di
setting sang ikhwan membeli obat di apotek, momennya sangat singkat karena si
akhwatnya bekerja di belakang, dan hanya sebentar ke depan untuk mengantar obat
racikannya. Itupun dengan wajah malu-malu (sepertinya dengan menunduk juga)..
“Lihatlah wanita
yang akan kau nikahi itu, karena yang demikian lebih mungkin melanggengkan
hubungan di antara kalian berdua.” (HR.An-Nasa’a/3235, At-Tirmidzi/1087)
Pertemuan awal
belum berhasil, lalu dirancanglah untuk pertemuan kedua. Pertemuan kedua ini
baru berhasil, karena meja ruang tamu tersebut terbuat dari kaca, beniiiing
sekali..
Dibrondongilah si
akhwat itu dengan berbagai pertanyaan, “Visi misi pernikahan menurut Anda?”,
“Bagaimana konsep pendidikan anak yang tepat?”, “Apa pandangan Anda tentang
istri yang berkarir?”, “Seperti apa proyeksi nafkah nantinya?”, “Bagaimana
pendapat Anda tentang homeschooling?”,
“Rencana tempat tinggal dan penataannya?” seperti ujian pendadaran hehe..
Yang mengagetkan di
tulisan tersebut adalah pengakuan dari akhwat tersebut..
“Maaf, saya tidak
bisa masak.”
Si pemuda bergumam dalam
hati, “Ya Allah aku kemarin minta yang shalihah dan menshalihkan. Mengingati
Ibunda ‘Aisyah, rupanya pandai memasak belum termasuk di situ. Ya Allah apakah
Kau menguji kesungguhan kriteriaku?” Lalu dia kuatkan hati, “Tidak apa Ukhti.
Di kota ini banyak rumah makan. Murah-murah lagi.”
“Saya juga tidak terbiasa
mencuci.”
“Alamak”, batin hati si
pemuda. Tapi mengingat hal yang sama, dia berkata lagi, “Tidak apa Ukhti. Di
kota ini banyak laundry. Kiloan lagi.”
“Saya bukan mencari tukang
masak dan tukang cuci. Melainkan seorang istri. Kalau diperkenankan, saya akan
segera menghadap pada Ayah Anda.” Maka hari itu, tanggal lamaran pun ditetapkan
pada enam hari kemudian, tepatnya 18 Juli.
Begitu percakan di tulisan
tersebut..
Dan ditulisan itu ada
pertanyaan yang sangat menarik untuk saya yaitu “Bagaimana ta’aruf yang
hakiki?” ternyata jawabannya seperti ini kawan..
Ta’aruf itu seumur hidup. Sebab
manusia adalah makhluk penuh dinamika. Dia sedetik lalu takkan persis serupa
dengan kini adanya. Ta’aruf itu seumur hidup. Sebab kenal sejati adalah saat
bergandengtangan dalam surgaNya.
Dua belas tahun berta’aruf,
pemuda itu masih terus belajar mengenal istrinya. Dan selalu ada kejutan ketika
prasangka baik dikedepankan. Misalnya, si dia yang mengaku tak bisa memasak
itu, pada HUT RI ke-60 setahun kemudian, menjadi juara lomba masak Agustusan.
Tingkat RT. Lumayan bukan?
Kisah romantis teman saya
yang tak kalah menginspirasi yaitu ketika sang suami berkata pada istrinya,
“Mengapa Allah tampakkan kekuranganmu dihadapanku?” sang istri mulai bersedih,
ia khawatir jika suaminya tidak menyukainya lagi..
Dan apakah jawaban sang
suami? “Jangan bersedih, Allah menampakkan kekuranganmu di hadapanku, dan
menampakkan kekuranganku di hadapanmu, bukan karena aku kecewa terhadapmu,
supaya apa? Supaya kita tahu bahwa hanyalah Allah Yang Maha Sempurna, supaya
kita hanya cinta pada-Nya, dan kita dipersatukan karena cinta kita kepada
Allah..”
Sang istri kemudian memeluk erat suaminya dengan air mata bahagia..
Satu lagi, gombal manis nan romantis Siti Fatimah
kepada Ali bin Abi Thalib..
“Maafkan aku jika sebelum
menikah denganmu, aku telah jatuh cinta kepada seorang pemuda.”
(Ali mulai bersedih
mendengar pernyataan itu)
“Lalu mengapa kau mau
menikahiku?”
“Tahukah kau, pemuda itu
adalah engkau..”
Eaaaaa.. pasti
guling-guling bahagia...Rayakan cinta dengan yang halal.. semoga bermanfaat.. J