Selasa, 19 April 2016

Hoki dalam Islam


Bismillaahirrahmaanirrahiim..
“Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, Dan di sisi-Nya terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz).”
(QS.Ar-Ra’d:39)
Setelah ayat tersebut dibaca, para ulama’ kemudian berdo’a:
“Jika Engkau tetapkan yang baik untukku, maka jangan diubah (tetap), namun jika Engkau tetapkan yang tidak baik untukku maka ubahlah.”
Sehingga kita harus senantiasa melakukan perbaikan-perbaikan didalam hidup, agar menjadi lebih baik.

Dalam islam tidak ada sesuatu yang kebetulan. “Hoki nih, apes nih, “ seolah kebetulan.  Itu semua disebabkan tangan kita sendiri. Ada yang ingin hoki, maka ia membawa sesuatu, jimat misalnya. Hal tersebut dikhawatirkan menimbulkan  kesyirikan. Di sisi lain ada orang yang menginginkan keberuntungan terus-menerus di hidupnya, namun harus diingat, roda kehidupan itu berputar. Terkadang di posisi atas, terkadang di posisi bawah. Orang-orang  yang beruntung adalah orang yang ber khusnudzon (baik sangka) terhadap segala ketetapan Allah.
Allah akan menguji kita dengan berbagai macam cara. Misalnya ketakutan, keterbatasan harta benda, dll, sampaikan kabar gembira bagi orang yang bersabar. Jadi kalau hidup kita sulit,berarti Allah sedang menguji keimanan kita. Mereka yang dikaruniai kesenangan itu juga merupakan ujian, apakah ia akan menjadi hamba yang bersyukur, atau malah kufur nikmat. Jika Allah memberikan kita kesedihan, tetaplah berkhusnudzon, ingatlah, bukankah kesenangan yang diberikan Tuhanmu adalah lebih besar dari kesulitan yang diturunkan-Nya? Sungguh telah beruntung orang yang memeluk Islam diberi riski yg cukup  dan ia qanaah..
Ada suatu kisah study tour anak sekolah ke Pyramid Fir’aun. Sebelum ke Pyramid, mereka dibawa ke rumah mewah.
 Mereka bertanya, “Apakah yang memiliki rumah mewah ini adalah orang yang kaya?”
“Ya”
“Apakah ia beruntung?”
“Ya”
Setelah mereka mengunjungi rumah mewah tadi, mereka bergegas menuju Piramid. Mereka menanyakan hal yang sama.
Mereka bertanya, “Apakah yang memiliki (Piramid) ini adalah orang yang kaya?”
“Ya”
“Apakah ia beruntung?”
Apakah jawabannya? Fir’aun memang orang kaya, namun ia bukan termasuk Muslim. Ia tidak termasuk orang yang beruntung..
Ada kisah lain tentang seorang pemuda, ia hendak pulang dari suatu pesta, kemudian ia memanggil taksi, di sisi sana ia juga melihat kakaknya. Pemuda tadi, kakaknya, beserta temannya (berempat) masuk taksi. Perjalanan mereka lumayan panjang, di tengah perjalanan mereka mendengar adzan… “Hayya ala sholah, hayya ala sholah..Hayya alal Falaah, hayya alal Falaah..”
Tiba-tiba sopir taksi tersebut berkata, “Ayo kita sama sama solat.”
“Ngapain sholat, saya terbiasa tidak sholat.” (adik)
“Kalian kan seorang muslim, kenapa kalian tidak sholat?” dengan sedikit memaksa
“Nanti saya solat dirumah saja.” Padahal di dalam hati enggan untuk sholat
Lalu sang kakak mengajak adiknya untuk sholat, “Mari kita berempat sholat ashar bersama, tidak enak kan pak sopirnya sudah mengajak..”
Pemuda tadi mengikuti sholat tersebut, ketika sujud terakhir, tahiyyat, ternyata kakaknya yg sedang sholat tidak bangun lagi, walaupun sudah di gerak-gerakkan. Pemuda itu menangis sejadi-jadinya.
Sopir taksi itu berkata, “Sudah jangan menangis..”
“Pak kakak saya selama 20 tahun tidak pernah sholat, dan dia meninggal dalam keadaan sholat. Sedangkan kita yang sholat setiap hari belum tentu dipanggil dalam posisi mulia ini.”
Ada beberapa perkara yang tidak boleh ditunada-tunda. Perkara itu adalah menyegerakan sholat, tobat, hutang, nikah, dan menguburkan orang mati. Sukses atau tidaknya orang dilihat diakhir hayatnya, su’ul atau khusnul khotimah. Ada suatu nasihat pilihlah pekerjaan yang tidak mengganggu waktu sholatmu, In syaa Allah akan memberikan keberkahan.

 Janganlah kita menyalahkan ataupun meremehkan sesuatu amalan. Jangan engkau gampangkan satu pahala sholat, jangan engkau gadai, solat sunnah fajar pahalanya adalah lebih baik dari dunia dan segala isinya. Kok ga seperti dia.. ? Kaya.. terlalu sedikit jika kita bandingkan harta dengan pahala sholat ataupun yang lainnya. Balasan didunia tidak bisa dibandingkan dengan balasan akhirat.. Wallahu a’lam.. 

Senin, 11 April 2016

Allah Tahu yang Terbaik Untukmu

Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Allah Subhanahuwata'ala mengingatkan di dalam Al-Qur'an
"...Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(QS.Al-Baqarah:216)


            Seperti malam-malam sebelumnya seorang ibu melaksanakan shalat tahajud, witir, lalu ia berdoa. Ia kemudian mulai membuat tempe-tempenya, mengukus kedelai-kedelainya. Ia melakukan persiapan untuk berjualan tempe di pagi hari nanti di pasar. Selanjutnya ia memulai membaca Al-Qur'an. Subuh haripun datang, ibu tersebut membuka kukusan tempenya, namun apa yang terjadi? Ternyata... kedelai tersebut belum menjadi tempe, ia kembali menutupnya kemudian berdo'a, 
"Ya Allah, Ya Allah apakah engkau sedang mengujiku Ya Allah? Mengapa hal ini baru terjadi?" 

Ia tutup kembali dan berdo'a kembali "Ya Allah engkau sedang mengujiku aku harus bersabar." 

Namun, setelah shalat subuh fajarpun mulai menghilang dan matahari terbit. Ia berangkat ke pasar. Kembali ia membuka panci tersebut, namun apa yang terjadi? 

Alhamdulillaah.. belum menjadi tempe juga. "Ya Allah Engkau benar-benar mengujiku kali ini, ya Allah aku akan tetap bersabar." Ia tutup kembali. "Ya Allah aku harus segera berangkat ke pasar untuk menjual tempe ini. Kalau aku tidak menjualnya, apa yang akan aku beri makan pada keluargaku?" Ia tutup kembali tempenya, ia kembali berdo'a lebih khusuk."

"Ya Rahman Ya Rahiim bukakanlah pintu rizki-Mu kepadaku Ya Allah, jangan buat hambamu ini kecewa terhadap-Mu Ya Allah." 

Ia pun yakin, "Oh inilah yang terbaik buat saya" Ia buka lagi pancinya, dan apa yang terjadi? Alhamdulillaah belum menjadi tempe juga..

Ia pun terpaksa mengambil tempe yang belum jadi tersebut dan berangkat ke pasar. Sambil berdzikir, Subhanallah, Walhamdulillaah, Walaa ilaaha illallah, Allahu Akbar. "Ya Allah aku yakin rencana-Mu akan lebih baik. Aku tahu Engkau tidak akan melupakan hamba-Mu Ya Allah, Engkau tidak pernah menolak do'a-do'a hamba. Aku yakin, oh mungkin Allah akan mengabulkan do'a saya pas saya sudah di pasar, atau pas saya di tengah jalan, baru Allah kabulkan." Ia pun membawa keranjangnya, dan membawa tempe yang belum matang tadi. 

Sesampainya di tengah jalan, ia penasaran, "Ya Allah, apakah engkau sudah mengabulkan do'a saya?" Ia pun buka keranjangnya, dan apa yang terjadi? belum jadi tempe juga. Ia tutup lagi, dan kembali berjalan. Saat ini ia mulai ragu pada Allah dengan air mata yang berlinang "Ya Allah, Engkau tidak akan pernah meninggalkan aku, aku juga tidak akan pernah meninggalkan-Mu Ya Allah." 

Sesampainya di pasar ia pun berkata, "Kali ini pasti Allah sudah mengabulkan do'a saya. Aku tahu Allah tidak akan pernah mengecewakan  hamba-Nya, Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya, hamba-Nya lah sering meninggalkannya." 

Kali ini bagaimana Allah mengabulkan do'a ibu tadi? Ia kembali membuka keranjang tempenya, "Bismillaahirrahmaanirrahiim.." ternyata yang terjadi adalah keajaiban. Apa itu? belum jadi juga, belum jadi juga,, Ia kembali menutup tempenya. 

Lalu di sisi lain ada serang ibu berjalan, terlihat sangat sibuk berkeliling pasar. Kemudian ibu tersebut menemui ibu penjual tempe tersebut. 

"Assalaamu'alaikum.."
"Wa'alaikumussalaam.." sambil berlinang air mata
"Ibu, apakah ibu menjual tempe?"
"Betul saya menjual tempe, tapi...tapi..maafkan saya Bu.."
"Ibu, apakah ibu menjual tempe yang saya maksud adalah tempe yang  setengah matang Bu? Saya mempunyai anak yang kuliah di luar negeri dan saya ingin mengirimkan tempe setengah matang untuk dia, karena kalau saya kirimkan tempe yang sudah matang, nanti sampai disana sudah basi."

Dan inilah jawaban dari doa ibu tersebut. Kamu tidak menyukainya, padahal itu yang terbaik untukmu dari Allah. Allah selalu mengingatkan kita di dalam Al-Qur'an, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui..

Minggu, 10 April 2016

Bank Syariah, antara Konsep dengan Realita

Bismillaahirrahmaanirrahiim..

"Orang orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni mereka, mereka kekal di dalamnya." 
(QS.Al-Baqarah:275)



          Sistem perekonomian tentu tak asing dengan istilah bank. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana (dalam bentuk tabungan, giro, deposito) kemudian menyalurkannya kembali kepada nasabah (dalam bentuk kredit konsumsi, modal usaha, ataupun investasi). Di Indonesia aturan terkait bank ditentukan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia tak hanya mengatur tentang bank konvensional saja, namun juga bank syariah. Lalu apakah perbedaan keduanya? Mari kita simak ulasan berikut ini..

             Bank syariah adalah bank yang yang beroperasi dengan prinsip syariah, yaitu berlandaskan kepada Al-Qur'an dan hadist. Bank syariah lahir karena diadakannya lokakarya oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di tahun 1991 karena pelarangan penerapan sistim riba (bunga). Kemudian pada tahun 1992 lahirlah bank syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat. Jargon bank ini seperti sejarah pendiriannya yaitu "pertama, murni, syariah." Pada tahun 1998 terjadilah krisis ekonomi yang mengguncang Indonesia begitu dahsyatnya. Rupiah terpuruk, dollar menggeliat, dana dalam negeri mengalir kuat keluar. Orang berbondong-bondong berinvestasi dollar. Bank dalam negeri mengambil langkah untuk menarik dana investor dengan cara meninggikan bunga tabungan. Akibatnya bunga untuk kredit meninggi drastis. Pengusaha bingung bagaimana cara untuk mengembalikan dana bank dengan bunga yang sangat tinggi tersebut, sementara produktivitas dan daya beli masyarakat menurun drastis. Pengusaha gulung tikar, yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Banyak bank kolaps karena tidak mampu mengembalikan dana kepada pemilik dana dengan bunga yang sangat mencekik itu. Dari sanalah bank syariah mulai tumbuh dan berkembang.

              Bank syariah memiliki perbedaan mendasar dengan bank pada umumnya (konvensional). Perbedaan mendasar tersebut terletak pada sistemnya. Jika bank konvensional memakai prinsip bunga, maka untuk bank syariah sendiri menerapkan prinsip bagi hasil. Tentunya orang awam masih bingung dengan hal ini. Bukannya sama saja ya? mau bunga atau bagi hasil? itu kan cuma istilah untuk memperhalus bahasa saja, bank kan juga tetap ingin untung.. Memang tidak dapat dipungkiri keduanya beroperasi bertujuan untuk memperoleh profit (laba/keuntungan), namun ada satu hal lain yang menjadi tugas bank syariah selain memperoleh keuntungan tersebut, yaitu untuk dakwah islamiyah yang tidak dimiliki oleh bank konvensional. Di bank syariah juga terdapat istilah mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, qardh, dll Semuanya memiliki fungsi yang berbeda. 

              Kembali ke prinsip bunga dan bagi hasil ya kawan, maksud dari bunga (bank konvensional) di analogikan begini, misalkan Musa meminjam dana ke bank konvensional untuk modal usaha sebesar 100 juta dengan bunga 10%, maka pengembalian adalah sebesar 100 juta + (10% x 100 juta) = 110 juta. Besarnya rupiah bunga ditentukan dari modal yang dipinjam, tidak mempedulikan berapa penghasilan yang didapat dari 100 juta tersebut, mau untung ataupun rugi bank tidak mau tahu, yang penting pengembaliannya sebesar 110 juta. Hal ini yang tidak diperbolehkan dalam Islam karena adanya unsur kedzaliman.

               Nah kalau di bank syariah perhitungannya seperti ini, misalkan Ibrahim meminjam dana ke bank syariah sebesar 100 juta juga untuk modal usaha. Bank syariah memiliki nisbah yaitu pembagian porsi sebesar 30%(bank):70%(nasabah). Misalkan dari dana tersebut diputar untuk usaha dan menghasilkan pendapatan sebesar 10 juta, maka inilah yang akan dibagi hasil antara nasabah dan bank. Pihak bank mendapatkan porsi 30% x 10 juta = 3 juta, pihak nasabah mendapatkan porsi 70% x 10 juta = 7 juta. Bank syariah mendasarkan perhitungan pada pendapatan yang diperoleh, bukan pada modal yang dipinjam. Jika pendapatan yang didapat tinggi, maka bagi hasil juga akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Dalam aturan bamk, jika si mudharib (pengelola dana/peminjam) mengalami kerugian maka yang dibayar hanya sebatas pokok pinjamannya saja. Perhitungan konsep sederhananya seperti itu untuk membedakan bank syariah dan konvensional, namun mungkin pihak bank memiliki perhitungan uang lebih mendetail.

               Perbedaan antara bank syariah dan konvensional tidak hanya itu. Jika di bank konvensional maka ia akan terpengaruh kondisi makroekonomi seperti inflasi. Kondisi inflasi mencerminkan keadaan menurunnya keberhargaan mata uang. Bank akan mengambil suku bunga yang tinggi. Suku bunga yang tinggi akan mempengaruhi kredit nasabah. Teringat pada kondisi pengusaha yang gulung tikar akibat tak bisa mengembalikan dana bank dengan bunga yang sangat mencekik. Begitu memprihatinkan. Keadaan yang dicerminkan bank syariah adalah tergantung pendapatan yang diperoleh, jadi inflasi tidak akan mempengaruhi pembiayaannya.

             Terkait Dewan Syariah Nasional (DSN), jika di bank konvensional DSN ini tidak ditemukan, namun jika di bank syariah akan ada DSN ini yang bertugas untuk memantau sistem operasional bank syariah agar tetap pada alurnya (sesuai dengan Al-Qur'an dan hadist). DSN berada di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI).
       
           Berbicara tentang syariah atau tidaknya bank syariah, maka ada sebagian orang yang masih meragukannya. Prinsip syariah mengutamakan kepercayaan, namun realitanya di lapangan jika hendak mengajikan pembiayaan di bank syariah maka harus ada jaminan (collateral). Hal ini dikarenakan penilaian karakter nasabah yang terkadang mengkhawatirkan. Memakai jaminan saja masih mungkin terjadi pembiayaan macet, apalagi tidak memakai? bank juga tidak mau merugi.

            Dalam perhitungan angsuran mislanya, bank syariah juga membuat daftar angsuran sesuai dengan plafond pembiayaan dengan masa angsuran. Bank syariah juga memakai bentuk persen (%) untuk mempermudah nasabah membandingkan dengan bank konvensional meskipin niat bank syariah tidak untuk memungut bunga. Masih banyak masyarakat awam yang salah persepsi bahwa bank syariah itu sama saja denga bank konvensional, istilahnya saja yang di arab-arabkan.

             Dalam penentuan pendapatan yang diinginkan (saya) juga sempat terganjal dengan perjanjian yang dibuat oleh bank dan nasabah (seolah-olah) ditentukan oleh bank saja. Jika bank ingin pendapatan sekian juta, maka kalau nasabah oke ya terus, kalau tidak oke ya silakan cari yang lain, terkesan memaksa salah satu pihak. Memang ada pilihan untuk cari yang lain, tapi musyawarah akan jauh lebih baik dan terbuka. Ada salah satu alasan dari seorang dosen, jika pendapatan (nisbahnya;tabungan, giro, deposito) ditentukan bank saja itu untuk memudahkan sistem informasi bank menghitung bagi hasil. Nah kalo satu orang dngan yang lain beda-beda kan tugas bank lebih berat.

             Sistem operasional bank syariah di Indonesia memang belum sepenuhnya syariah. Ini menjadi tantangan cendekiawan muslim untuk menyelesaikan permasalahan bank syariah ini agar masyarakat tidak berpikir bank syariah sama dengan bank konvensional. Bank syariah sebetulnya menerapkan bagi hasil yang adil antara kedua belah pihak, adil disini tidak harus sama 50%;50%, boleh seperti itu, boleh 30%;70%, 40%;60%, 20%;80% asalkan keduanya sama-sama ridho dengan nisbah (porsi) yang ditetapkan di awal akad (perjanjian). Sebagai umat Islam sudah seharusnya kita mendakwahkan ekonomi Islam, meskipun belum sempurna.. kalau tidak kita siapa lagi kawan? :)