Minggu, 01 November 2015

Keluarga Tauladan dalam Al-Qur’an


Bismillaahirrahmaanirrahiim..

“Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan Keluarga ‘Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing), (sebagai) satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS.Ali ‘Imran:32-34).

Islam mewajibkan keluarga kita menjadi keluarga teladan. Sebuah keluarga yang sukses (dunia-akhirat) harus diiringi akhlak yang bagus.  Anak bisa durhaka karena didikan keluarganya. Apa yang telah dilakukan Nabi Ibrahim dan Ismail adalah kisah teladan. Seorang ayah menuntun anaknya untuk berbuat baik, termasuk peran serta dalam membangun Ka’bah. Melakukan kebaikan bukan hanya mengajak, namun dengan langsung menuntun. Di dalam Al-Qur’an telah menunjukkan perintah untuk saling melihara diri dan keluarga dari siksa neraka.
Ada seorang ayah datang ke Umar, mengeluh tentang anaknya yang durhaka. Kemudian sang anak dipanggil oleh Umar bin Khaththab.
Sang anak kemudian menanyakan kepada Amirul Mu’minin, “Apakah ada hak anak terhadap bapaknya? “Ya, ada. Pertama adalah mempunyai ibu yang baik (sholekha). Kedua, memberi nama yang baik. Ketiga, memberikan ajaran Al-Qur’an.” Jawab Umar. Sang anak menjawab, “Dari ketiga perbuatan itu, ayahku tak satupun melakukannya.” Umar mengatakan bahwa sang bapak menceritakan anakmu durhaka, namun dia sendiri yang durhaka.
Anak diibaratkan sebuah kanvas. Orang tuanya adalah pelukis. Mau dilukis seperti apa, maka lukisan itu tidak akan hilang. Tokoh Lukman Al-Hakim adalah salah satu tokoh yang diabadikan kisahnya di dalam Al-Qur’an. Ia bukan seorang nabi, tapi apakah keistimewaannya? Keistimewaannya adalah kehandalannya dalam mendidik anaknya. Tanamkan Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Syukur kepada Allah tidak akan sempurna jika tidak bersyukur pada orang tua. Nabi bermimpi di surga, beliau mendengar suara mengaji, Siapa dia?. Inilah Haritsah bin Nu’man. Ketika ia hendak meninggalkan rumah, ia selalu menyambangi ibunya. Ibu titip apa? Beliau selalu mengurusi ibunya. Pernahkah kita makan, namun kita menyempatkan untuk membungkuskan orang tua kita? Mobil yang mewah juga dapat membawa ke neraka, disebabkan karena sang anak mengendarai mobil, namun sang ibu dengan peluh berjalan kaki. Uwais Al-Qarni juga salah satu tokoh yang menghormati ibunya.
Airmata ibu dan peluh ayah adalah kesuksesan kita.  Pahala sedekah dapat dihadiahkan pada orang tua yang sudah meninggal. Perintahkan keluargamu untuk sholat dan sabarlah dengan sholat itu. Jaga sholat kita. In syaa Allah kita akan menciptakan generasi Qur’ani.
Langit yang Allah pancangkan sangat kokoh. Tegaklah keseimbangan itu. Alam semesta akan tegak, karena sistem keadilan juga tegak. Rumah tangga akan kokoh jika rumah tangga  adil. Negeri juga akan kokoh jika keadilan selalu dijunjung. Awal kehancuran jika kedzaliman merajalela.
Bagaimana seorang ayah dan ibu adil pada anaknya? Kita harus paham makna adil. Adil artinya mengikuti aturan. Kalau solat subuh dua rekaat, maka solatlah dua rekaat saja. Jangan ditambah meski niat kita baik. Misal adil pada warisan. Bukan karena kita sayang, maka warisan ditambah, karena buruk maka warisan dikurangi. Itu tidak adil. Banyak orang yang tidak ikut aturan Allah. Banyak dibagi rata dengan alasan kesepakatan. Padahal laki-laki mendapat dua kali lipat dari hak dari perempuan. Meskipun sudah sepakat, berarti sepakat melanggar ajaran allah. Adil bukan berarti sama, tapi sesuai ukuran. Jangan sampai orang tua membuat anak membenci karena ketidakadilan. Ini bahaya, akan timbul iri dan dengki.
Membangun keseimbangan anak jangn hanya mengajari jasmani saja, namun juga rohani. Jangan hanya sibuk dengan pelajaran matematika saja, namun melalaikan Al-qur’an. Bersikap sama dalam bermuamalah. Ingat kedzaliman pada Nabi Yusuf karena saudara-saudara beranggapan ayah mereka lebih mencintai nabi Yusuf.
Keluarga teladan karena pendidikan yang baik. Dalam bahasa arab pendidikan adalah at-tarbiyah. “Alhamdulillaahirobbil ‘aalamiin (QS.Al-Fatihah:2). Rabb satu kata dengan tarbiyah yang artinya pendidik. Allah merupakan pendidik. Allah menjadikan anak sebagai ujian, Dan kalau kita diuji berarti kita diminta untuk lakukan yang terbaik. Orang-orang salah paham, jika belajar di luar negeri akan lebih baik. Itu memang benar, namun tidak sepenuhnya benar. Ada yang kembali ke tanah air sudah rusak, karena tidak belajar iman. Berhasil di dalam dunia itu kesalahpahaman. Kesuksesan yang hakiki adalah di akhirat. Pendidikan terbaik artinya memberi pemahaman yang baik kepada anak yaitu sebagai hamba allah dan sebagai penolong Allah.
Mendidik anak memiliki banyak cara. Misal, perbanyaklah bermusyawarah dengan anak. Anak akan merasa diikutsertakan dalam pemecahan masalah sehingga anak menjadi dewasa. Ketika Nabi Ibrahim hendak menyembelih Ismail beliau meminta pendapat Nabi Ismail tentang mimpi dari Allah tersebut. Berdoa agar dikaruniai keluarga yang baik Rabbana hablana min azwajina wa dhurriyatina qurrata a’yun, wajalna lil muttaqina imama. Selanjutnya memanggil dengan sebutan yang berkarakter. Nabi Muhammad memanggil Umar dengan sebutan Al-Faruq yang artinya pembeda (yang baik dan buruk).
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu mengenalkan anak kepada rabbnya. Pada zaman jahiliyah, anak perempuan dibunuh karena ia tidak bisa diajak untuk berperang. Perempuan dianugerahi perasaan yang lebih daripada laki-laki. Perempuan harus siap haid, hamil, nifas, menyusui. Kalau perempuan dikaruniai lebih banyak akal, maka akan susah. Ia harus siap menjadi pendidik yang baik bagi anak-anaknya kelak. Perempuan yang baik di dalam Al-Qur’an dicontohkan dengan kisah Maryam Puteri Imran. QS. At-Tahrim 12 menyatakan, “Dan Maryam putrid ‘Imran yang memelihara kehormatannya, maka kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia termasuk orang-orang yang taat.”